Jumat, 15 Februari 2013

kebutuhan manusia dalam ilmu ekonomi


KEBUTUHAN PENGANTAR ILMU EKONOMI OLEH PUTRA WIADNYANA Kebutuhan adalah salah satu aspek psikologis yang menggerakkan mahluk hidup dalam aktivitas-aktivitasnya dan menjadi dasar (alasan) berusaha. Pada dasarnya, manusia bekerja mempunyai tujuan tertentu, yaitu memenuhi kebutuhan. Kebutuhan tidak terlepas dari kehidupan sehari-hari. selama hidup manusia membutuhkan bermacam-macam kebutuhan, seperti makanan, pakaian, perumahan, pendidikan, dan kesehatan. Kebutuhan dipengaruhi oleh kebudayaan, lingkungan, waktu, dan agama. Semakin tinggi tingkat kebudayaan suatu masyarakat, semakin tinggi / banyak pula macam kebutuhan yang harus dipenuhi. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kebutuhan Manusia Beberapa faktor yang mempengaruhi kebutuhan manusia adalah sebagai berikut: a.KeadaanAlam(Tempat) Keadaan alam mengakibatkan perbedaan dalam memenuhi kebutuhan manusia. Orang yang tinggal di daerah kutub, membutuhkan pakaian yang tebal untuk menahan hawa dingin. Lain halnya dengan kita yang tinggal di daerah tropis, cukup memakai pakaian yang tipis. Oleh karena itu, tampak di sini bahwa keadaan alam dapat mendorong manusia untuk menginginkan barang-barang yang sesuai dengan kondisi alam di tempat yang bersangkutan. b.AgamadanKepercayaan Ajaran agama yang berbeda dapat mengakibatkan kebutuhan yang berbeda pula. Misalnya, penganut agama Islam dilarang makan babi, sedangkan penganut agama Hindu dilarang makan sapi. Hal ini menunjukkan bahwa masingmasing agama memerlukan alat-alat pemenuhan kebutuhan tertentu yang harus dipakai dalam menjalankan ibadah. Selain itu dalam hal perayaan keagamaan, masing-masing agama atau kepercayaan berbeda-beda, sehingga kebutuhan akan barang juga berbeda. Misalnya pada saat menjelang hari raya Idul Fitri, kebutuhan akan pakaian muslim akan meningkat tajam. Berbeda halnya ketika hari raya Natal tiba, orang-orang Nasrani membutuhkan pohon Natal dan bingkisan-bingkisan Natal. Dengan demikian masing-masing agama atau kepercayaan mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda. c. Adat Istiadat Adat atau tradisi yang berlaku di masyarakat sangat memengaruhi kebutuhan hidup masyarakat. Alasannya, suatu adat atau tradisi akan memengaruhi baik perilaku maupun tujuan hidup kelompok masyarakat setempat. Akibatnya tradisi yang berbeda akan menimbulkan kebutuhan yang berbeda pula. Misalnya upacara perkawinan. Pelaksanaan upacara antardaerah akan berbeda-beda. Upacara pernikahan di Jawa Tengah dengan di Sumatra Barat akan memiliki ritual yang berbeda, sehingga kebutuhannya pun akan berbeda pula. d. Tingkat Peradaban Makin tinggi peradaban suatu masyarakat makin banyak kebutuhan dan makin tinggi pula kualitas atau mutu barang yang dibutuhkan. Pada zaman purba, kebutuhan manusia masih sedikit. Namun seiring berkembangnya peradaban, kebutuhan manusia semakin banyak. Manusia akan berusaha untuk memenuhi kebutuhannya agar mencapai kemakmuran. Dahulu manusia tidak membutuhkan sepeda motor, namun sekarang sepeda motor menjadi kebutuhan yang sangat penting, karena dapat mengefisienkan waktu sampai tempat tujuan. Selain itu cita rasa kebutuhan manusia modern juga semakin meningkat. Manusia menuntut kualitas tinggi dari barang-barang atau jasa yang dibutuhkan. Dengan demikian membuktikan bahwa perkembangan peradaban akan menyebabkan kebutuhan akan berkembang dan beragam. Ciri-ciri Barang Barang yang sering kita gunakanuntuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan kita diantaranya memiliki ciri-ciri sebagai berikut : • Berwujud • Memiliki nilai dan manfaat yang dapat dirasakan saat digunakan • Bila digunakan, nilai, manfaat dan bendanya sendiri dapat berkurang atau bahkan habis Macam-macam barang Macam barang dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Menurut cara memperolehnya Menurut cara memperolehnya, barang dapat dikelompokan menjadi: • Barang bebas, yakni barang yang untuk memperolehnya tidak diperlukan pengorbanan. Misal, cahaya matahari dan udara. • Barang ekonomi, yakni barang yang untuk memperolehnya diperlukan pengorbanan. Misal, makanan dan minuman yang mana diperlukan uang untuk membelinya. Menurut kegunaan Menurut kegunaannya, barang dikelompokkan menjadi: • Barang produksi, yakni barang yang digunakan untuk proses produksi lebih lanjut. Misal, kain yang akan digunakan untuk dijahit menjadi pakaian. • Barang konsumsi, yakni barang yang dapat langsung digunakan dan dikonsumsioleh seseorang. Misal, Pakaian yang bisa langsung digunakan. Menurut proses pembuatan Menurut proses pembuatannya, barang dikelompokan menjadi: • Barang mentah, yakni barang yang belum mengalami proses produksi. Misal, kapas, kayu, rotan, padi, tembakau, kulit. • Barang setengah jadi, yakni barang yang sudah melalui proses produksi akan tetapi belum siap pakai. Misal, benang yang dibuat dari kapas untuk dibuat menjadi kain. • Barang jadi, yakni barang yang sudah melalui proses produksi dan siap pakai untuk memenuhi kebutuhan. Misal, sepatu, pakaian, roti dan sebagainya. Menurut hubungan dengan barang lain Menurut hubungannya, barang dibagi menjadi: • Barang Substitusi, yakni barang yang dapat mengganti fungsi barang yang lain. Contohnya: lampu neon yang dapat menggantikan fungsi dari lampu pijar sebagai penerangan. • Barang komplementer, yakni barang yang dapat melengkapi fungsi dari barang lainnya. Contohnya: Bensin yang dapat melengkapi mobil sebagai alat transportasi, tanpa bensin mobil tidak bisa dijalankan. Kegunaan Benda Pemuas Kebutuhan Benda pemuas kebutuhan diciptakan atau diproduksi oleh manusia dengan tujuan tertentu. Dengan kata lain, setiap benda pemuas kebutuhan pasti mempunyai nilai guna atau manfaat. Pada dasarnya, semua benda pemuas kebutuhan manusia berasal dari alam, karena yang menyediakan semua bahan bakunya adalah alam. Manusia selalu berusaha untuk mencari dan mengumpulkan bahan baku yang dibutuhkan dari alam. Kegunaan benda pemuas kebutuhan manusia dapat digolongkan menjadi empat macam: • Kegunaan bentuk (form utility). Artinya, peningkatan kegunaan dari suatu benda yang disebabkan oleh perubahan bentuknya. Sebagai contoh, nilai guna dari sebuah lempengan besi relatif rendah, namun kalu lempengan besi tersebut ditempa dan diubah bentuknya menjadi sebtang pipa atau sebilah pisau, maka nilai gunanya akan menjadi lebih besar. Begitu pula dengan kayu yang masih berbentuk sebatang pohon akan meningkat kegunaannya bila diubah menjadi meja, kursi, atau lemari. • Kegunaan tempat (place utility).Artinya, pertambahan kegunaan benda antara lain dapat karena dipindahkan dari suatu tempat ke tempat lain. Sebagai contoh: kapal laut akan berguna di laut daripada di daratan, sebuah mantel yang tebal tidak banyak gunanya jika dipakai di daerah tropis atau panas, namun bila dipakai di daerah dingin maka akan lebih terasa manfatnya. • Kegunaan waktu (time utility).Artinya, kegunaan suatu benda akan bertambah jika dipakai pada waktu yang tepat dan sesuai dengan manfaat benda tersebut. Sebagai contoh, payung akan lebih berguna jika dipakai pada waktu hujan atau saat terik. Begitu juga dengan obat flu yang hanya akan berguna bila diminum pada waktu kita sakit flu. Di luar waktu tersebut, benda itu kurang berguna. • Kegunaan kepemilikan (ownership utility). Artinya, kegunaan suatu benda baru terasa jika telah ada pemiliknya atau dimiliki oleh konsuman yang tepat. Sebuah tanah yang kosong danterbengkalai tidak akan memiliki manfaat. Tanah tersebut baru membawa manfaat bila dimiliki dan diolah manusia yang bisa mengelola tanah tersebut. Di tangan seorang supir atau dokter yang tidak bisa mengelola tanah, tanah itu tetap tidak ada gunanya. Begitu juga dalam hal jasa. Biro jasa pembuat SIM tidak ada gunanya bagi anak kecil, namun memiliki banyak manfaat bagi orang yang ingin membuat SIM.

Selasa, 12 Februari 2013

Anatomi dan fisologi ternak

Anatomi dan Fisiologi Ternak PENDAHULUAN Pada dasarnya diktat ini hanya memuat inti pokok dari kandungan pelajaran fisiologi yang secara lengkap diberikan pada level yang lebih advance. Namun demikin sedikit uraian dari hal-hal yang paling prinsip pada setiap bab disajikan secara jelas karena disertai dengan gambar-gambar dan skema yang sangat membantu pemahaman secara menyeluruh. Mungkin akan menjadi masalah apabila dipahami secara individual, terutama bagi mahasiswa yang dasar pengetahuannya masih kurang, tetapi dengan penjelasan yang dibawakan dengan model diskusi di kelas semoga kendala tersebut dapat teratasi. Untuk itu diharapkan kepada seluruh mahasiswa dapat mengukuti acara perkuliahan secara lengkap. Hal ini bertujuan sesuai dengan hakikat ilmu faal (fisiologi) itu sendiri, bahwa ilmu ini mengajarkan mekanisme kerja bukan hanya definisi dan anatomi dari organ yang ada di dalam makhluk hidup. Terkait dengan definisi tersebut, sehingga sistim evaluasi yang dipakai utamanya ditujukan agar mahasiswa dapat benar-benar menguasai mekanisme kerja dari organ atau sistim yang tercakup dalam materi kuliah, sehing bentuk essai adalah yang paling utama baik dalam quiz, mid maupun ujian utama. Diktat dasar fisiologi ini dimulai bab I tentang sel dan transport molekul yang merupan dasar dari bab-bab berikutnya. Artinya dari perkuliah bab I pada bab II dan seterusnya juga akan dijumpai hal yang sama dari perkuliahan sebelumnya. Perlu diketahui juga bahwa antara bab yang satu dengan yang lain dalam fisiologi akan selalu ada kaitan/hubungannya karena fisiologi pada dasarnya adalah mempelajari sebuah sistem yang ada dalam tubuh makhluk hidup. Akhirnya, sekali lagi disarankan kepada mahasiswa yang mengambil mata kuliah ini untuk secara baik mengikuti setiap perkuliahan dan juga dapat mendalami dari berbagai sumber terkait baik sebelum maupun setelah acara perkuliahan. Semoga sukses dan dapat menjadikan pengetahuan dari diktat ini sebagai dasar untuk memahami mata kuliah lain di lingkup Fakultas Peternakan Unja. BAB I: SEL Bagian-bagian Sel Sel dikelilingi oleh membran plasma yang di dalamnya terdapat cairan sel yang disebut sitoplasma. Di dalam sel terdapat berbagai macam organela termasuk yang dalam bentuk filamen, juga terdapat inti sel (Gambar 1.1). Organela tersebut ada yang mempunyai membran dan ada yang tidak. Sel membelah baik pada bagian sitoplasma maupun pada inti selnya. Gambar 1.1. Sel dan bagian-bagiannya Dinding Sel Dinding sel yang mengelilingi bagian organela, mengatur perpindahan molekul dan ion dari luar ke dalam sel atau sebaliknya. Membran sel tersebut tersusun oleh bimolecular lipid bilayers (dua lapis molekul lemak), utamanya adalah phospolipid yang padanya terangkai/terdapat molekul protein. Adanya protein terangkai ini memungkinkan beberapa jenis molekul/ion dapat melewati membran tersebut karena diantaranya membentuk pori-pori/kanal (Gambar 1.2). Sedangkan fungsi utama lemak bilayer adalah mencegah perpindahan sebagian besar jenis molekul menembus membran dinding sel tersebut. Perpindahan molekul nonpolar menembus dinding sel yang terdiri lipid bilayer (dua lapis lemak) lebih cepat dibandingkan molekul polar sebab molekul nonpolar terlarut pada bagian nonpolar lipid yang berada di bagian luar membran sel (lihat Gambar 1.2). Cairan di dalam tubuh kita dibagi menjadi cairan intraseluler/sitosol (di dalamsel) dan cairan extraseluler (di luar sel). Cairan extraseluler dibedakan menjadi cairan interseluler/interestisial yang letaknya di luar sel dalam suatu jaringan, jumlahnya kurang lebih 80% dari cairan extraseluler, dan sisanya 20 % dalam bentuk plasma darah, murni disebut cairan extraseluler. Gambar 1.2. Struktur dinding sel phospolipid bilayer (non-polar bagian luar dan polar bagian dalam) dan protein terangkai pada dinding sel tersebut. Perpindahan molekul nonpolar menembus dinding sel yang terdiri lipid bilayer (dua lapis lemak) lebih cepat dibandingkan molekul polar sebab molekul nonpolar terlarut pada bagian nonpolar lipid yang berada di bagian luar membran sel (lihat Gambar 1.2). Ada tiga jenis junktion membran (sambungan) yang menghubungkan antara sel satu dengan lainnya: 1. Desmosome; menghubungkan antar sel dengan sekedar tersambung (hubungannya sangat lemah. 2. Tight junction; pada sel-sel epithel, misal sel kulit, menghubungkan antar sel dengan sangat rapat sehingga sangat membatasi molekul melewati ruang extraseluler. 3. Gap junction; menghubungkan antar 2 sel dengan kanal sehingga kedua sitoplasma sel tersebut saling berhubungan. Organela Sel 1. Inti sel (nucleus); di dalam inti sel terdapat inti-inti sel (nucleolus) yang tersusun oleh molekul DNA, RNA dan protein lainnya. Di nucleolus ini ribosome terbentuk yang selanjutnya keluar menuju sitoplasma dimana sintesis protein terjadi. Pada inti sel yang merupakan tempat terbentuknya benang-benang khromatin dari DNA atau protein untuk membentuk khromosom sebagi tempat informasi genetik pada saat sel membelah. Gambar 1.3. Inti sel (nucleus) dan bagian-bagiannya 2. Retikulum endoplasma; seperti lembaran yang melipat-lipat dan diantaranya membentuk rongga (tubule), dan terdapat ribosome sebagai kantong protein yang dikeluarkan dari inti sel (Gambar 1.4) Gambar 1.4. Retikulum endoplasma dan bagian-bagiannya 3. Ribosoma; tersusun oleh RNA dan protein/asam amino, disinilah sintesis protein terjadi setelah menerima informasi genetik (m-RNA) dari inti sel. 4. Badan golgi (golgy apparatus); menyeleksi protein yang telah disintesis dan menampungnya/mensekresikan keluar sel. 5. Mitokondria; merupakan tempat utama dimana energi kimia terbentuk dan diubah menjadi ATP sebagai sumber utama kebutuhan energi sel/jaringan itu sendiri (Gambar 1.5). Gambar 1.5. Mitokondria dan bagian-bagiannya. 6. Lisosome; mencerna (digest) partikel-partikel berbahaya/tidak berguna yang ada/ masuk ke dalam sel, seperti bakteri. 7. Peroxisoma; menghancurkan senyawa beracun tertentu yang berasal dari oksigen sebagai salah satu unsur pembentuknya. 8. Sitoplama (cairan sel); diantaranya terdiri dari filamen-filamen (benang) yang disebut sitoskeleton: mikrofilamen, intermediate filamen, muscle thick filamen dan mikrotubules. Perpindahan Molekul/Ion Melewati Dinding Sel 1. Diffusi Adalah perpindahan molekul dari satu tempat ke tempat yang lain secara acak. Perpindahan ini terjadi dari konsentrasi tinggi ke yang lebih rendah, dan terjadi keseimbangan atau berhenti (no net diffusion) setelah kedua tempat tersebut konsentrasinya sama (Gambar 1.6). Diffusi ion mineral melewati membran/dinding sel adalah melalui kanal/pori-pori/lubang yang terbentuk dari senyawa protien yang terintegrasi/terangkai pada membran sel (Gambar 1.7). Kecepatan ion melewati membran sel ditentukan oleh perbedaan konsentrasi ion tersebut di luar dan di dalam sel, dan juga ditentukan oleh potensial membran itu sendiri. Proses diffusi bisa berlangsung terus atau berhenti yang diatur oleh keberadaan kanal/pori-pori tersebut yang dapat membuka dan menutup. Gambar 1.6. Proses perpindahan molekul/ion dengan cara diffusi. Gambar 1.7. Pori-pori/ kanal pada membran sel bilayer dan proses diffusi ion. 2. Sistim Transport Media (Mediated/Faciliated-Transport System) Sistim transport ini digunakan untuk memindahkan molekul melewati membran sel yang melibatkan/menyertakan protein carrier (protein pembawa/tumpangan) yang berada pada dinding sel itu sendiri. Dengan cara merubah formasi/posisi protein pembawa tersebut, molekul dapat dipindahkan ke posisi yang lain (Gambar 1.8). • Protein carrier mempunyai jumlah dan derajat kejenuhan tertentu, sehingga kecepatan dan jumlah molekul berpindah dengan sistim ini juga sangat ditentukan oleh jumlah dan derajat kejenuhan protein pembawa tersebut; semakin tinggi derajat kejenuhannya dan semakin banyak jumlahnya, maka semakin cepat/banyak jumlah molekul yang dapat dipindahkan melewati membran sel tersebut. Selanjutnya sistim ini dibedakan menjadi: • Faciliated diffusion; secara khusus dikatakan dengan istilah diffusion, artinya bahwa perpindahan molekul adalah dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah, tetapi disisi lain proses ini bisa terjadi jika difasilitasi oleh adanya adanya protein pembawa (protein carrier). Perlu diketahui bahwa energi tidak diperlukan dalam proses pemindahan molekul dengan menggunakan sistim ini. Gambar 1.8. Model sistim transport media (mediated-transport system) • Active transport (transport aktip); sistim transport/pemindahan molekul/ion terjadi dari konsentrasi rendah ke konsentrasi tinggi, sehingga diperlukan energi (Gambar 1.9). Sistim transport ini bisa terjadi dengan bantuan energi yang digunakan untuk merubah derajat ikat molekul (affinity) menjadi lebih tinggi pada sisi dimana molekul/ionnya akan dipindahkan, dan di sisi lain (pada bagian yang konsentrasi molekul/ionnya tinggi) mempunyai affinity lebih rendah. Transport aktip ini dibagi menjadi: o Transport aktip primer (primary active transport); protein carier membutuhkan ATP untuk merubah daya ikatnya terhadap molekul yang akan dipindahkan (Gambar 1.9.). o Transport aktip sekunder (secundary active transport); sistim ini membutuhkan/memanfaatkan molekul/ion lain (biasanya natrium) untuk merubah daya ikat protein carrier (Gambar 1.10). Pada sistim ini perpindahan molekul yang digunakan untuk merubah daya ikat (affinity) harus pada kondisi dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah, sedangkan arahnya bisa dari posisi dimana molekul yang akan dipindahkan rendah konsentrasinya sehingga disebut cotransport atau dari posisi dimana molekul yang akan dipindahkan tinggi konsentrasinya sehingga disebut countertransport. Pada gambar 1.10 adalah merupakan contoh transport aktif tipe cotransport. Pada gambar tersebut ion natrium adalah yang akan merubah affinity dari protein pembawanya. Konsentrasi natrium yang tinggi Gambar 1.9. Transport aktip primer (primary active transport). merubah affinity protein pembawa tersebut, sehingga affinity pada sisi luar menjadi tinggi dan sebaliknya rendah pada sisi dalam membran sel. Molekul gula yang akan dipindahkan terlihat konsentrasinya rendah pada bagian luar dan tinggi di dalam sel (sitoplasma). pda bagian luar sel sehingga dapat berdifusi masuk ke dalam sel sambil Gambar 1.10. Transport aktip sekunder tipe cotransport. 3. Osmosis Adalah perpindahan molekul air dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah yang dipisahkan oleh dinding semipermiabel (hanya dapat dilalui oleh molekul tertentu). Pada osmosis, dinding semipermiabel tersebut dapat dilalui oleh molekul air (permiabel untuk air) tetapi tidak dapat dilalui (nonpermiable) oleh molekul/ion yang lain; Gambar 1.11). Gambar 1.11. Bagaimana proses osmosis terjadi. Osmolarity adalah total konsentrasi zat terlarut dalam pelarut (air). Semakin tinggi osmolarity suatu larutan berati semakin rendah konsentrasi airnya, dan sebaliknya. Jadi apabila ada dua buah tempat yang dipisahkan oleh dinding semipermiabel maka air akan berpindah dari tempat yang mempunyai osmolarity rendah ke tempat yang mempunyai osmolarity tinggi (lihat gambar 1.11). Sebuah sel yang ditempatkan pada larutan yang hipotonik (osmolaritinya lebih rendah dibandingkan osmolariti cairan di dalam sel) maka sel tersebut akan mengembang/membesar yang mungkin dapat sampai pecah karena air masuk ke dalam sel. Sebaliknya apabila sebuah sel dimasukan ke dalam larutan yang hipertonik (osmolaritinya lebih tinggi dibandingkan osmolariti cairan di dalam sel) maka sel tersebut akan mengkerut/mengecil karena air keluar dari dalam sel. Sedangkan apabila sebuah sel dimasukan dalam larutan yang isotonik (osmolaritinya sama dibandingkan osmolariti cairan di dalam sel) maka tidak terjadi perubahan/tetap karena osmolariti larutan di dalam sel dan di luar sel adalah sama. 4. Endositosis adalah perpindahan molekul dari luar sel (ekstraseluler) ke dalam sel dengan cara melekatkan ke dingding sel, kemudian dinding sel tersebut melekuk ke dalam bersamaan dengan molekul/zat yang akan dipindahkan, sedangkan eksositosis adalah kebalikannya (Gambar 1.12 dan 13). Endositosis dan Eksositosis Gambar 1.12. Proses endositosis Gambar 1.13. Proses eksositosis. BAB II: SYARAF Pembagian Sistim Syaraf I. Sistim Syaraf Pusat a. Otak b. Sunsum tulang belakang II. Sistim Syaraf Tepi a. Bagian afferent (menuju syaraf pusat/interneuron dari reseptor) b. Bagian efferent (ke luar dari syaraf pusat/interneuron menuju efektor) i. Sistim syaraf somatik ii. Sistim Syaraf autonomik o Syaraf simpatik o Somatik terdiri satu sel syaraf dari syaraf pusat menuju organ efektor (tempat terjadi reaksi) yaitu sel otot lurik, sedangkan autonomik terdiri dari dua rangkaian sel syaraf dari syaraf pusat menuju ke organ efektor seperti otot polos dan otot jantung, dan berbagai macam kelenjar dan saluran pencernaan. Syaraf parasimpatik Gambar 2.1. Sel syaraf dan bagian-bagiannya Potensial Membran Adalah potensial membran yang disebabkan oleh perbedaan muatan positip dan negatip yang ada disekitar sel baik pada extra maupun intraselluler. Perbedaan muatan ini apabila bertemu da[pat untuk melakukan suatu kerja sehingga disebut potensial listrik menyebabkan. Karena letaknya pada membran sel disebut potensial membran. Sebagai satuan yang digunakan adalah volt atau satuan yang lebih kecil 1 mV = 0,001 volt. 1. Potensial membran istirahat (mrp) adalah suatu kondisi normal/istirahat (tidak ada rangsangan) yang ditandai dengan muatan negatif yang disebabkan oleh perbedaan muatan di dalam sel yang lebih besar muatan negatipnya dibandingkan dengan muatan diluar sel yang bermuatan positip. Besarnya bervariasi antara -5 sampai -100 mV. Gambar 2.2. Hubungan antara sistim syaraf pusat dan syaraf tepi (somatik dan autonomik) Gambar 2. 3. Beda potensial (mV = milivolt) antara intraseluler dan extraseluler yang diukur dengan oscilloscope (mrp = resting membrane potential = potensial membran istirahat). Kondisi mrp bisa dipertahankan karena: o Perbedaan konsentrasi ion-ion tertentu antara intraseluler dengan extraseluler (Tabel 2.1). o Adanya pompa Na, K-ATP pada membran sel syaraf yang secara aktip memompa ion Na+ keluar sel dan ion K+ masuk ke dalam sel (Gambar 2. 4). Kondisi ini menyebabkan konsentrasi ion Na + dan ion Cl- lebih tinggi pada extraseluler, dan K+ lebih tinggi di dalam sel. asuk Tabel 2.1. Penyebaran beberapa ion pada sel syaraf pada kondisi mrp Ion Konsentrasi, mmol/liter Extraseluler (di luar sel) Intraseluler (di dalam sel) Na + 150 15 Cl - 110 10 K + 5 150 Gambar 2.4. Pompa Na+ dan K+ pada membran sel syaraf yang aktip memompakan Na+ keluar sel dan K+ ke dalam sel. Selanjutnya, perubahan potensial membran istirahat akibat adanya rangsangan dibedakan menjadi: depolarisasi apabila perubahan potensial membran berkurang muatan negatipnya karena adanya ion positip (Na+) yang masuk ke dalam sel. Setelah sampai pada titik maksimal yang ditandai keluarnya Na+ atau bahkan K+ sehingga potensial membran kembali ke potensial istirahat (bergerak ke arah/lebih negatip) disebut repolaridasi. Akhirnya proses repolarisasi memcapai titik resting potential, tetapi tidak berarti akan berhenti begitu saja pada titik ini. Kemungkinan terbesar adalah akan terus turun menjadi lebih negatip lagi di bawah potensial istirahat. Kondisi ini disebut hiperpolarisasi. 2. Graded Potential Perubahan potensial listrik pada dinding sel dalam bentuk depolarisasi, repolarisasi dan hiperpolarisasi membentuk amplitudo yang besarnya berbeda-beda (bervariasi) antara amplitudo yang satu dan yang berikutnya, biasanya semakin mengecil dan menghilang, sehingga disebut graded potential (graded = bervariasi). Hal ini Gambar 2.5. Tahapan terjadinya aksi potensial pada sel syaraf Aksi potensial dimulai dengan adanya rangsangan yang menyebabkan terjadinya depolarisasi yaitu masuknya ion Na+ ke dalam sel, sehingga mencapai batas threshold* dan selanjutnya diikuti repolarisasi dengan keluarnya ion K+ terjadi apabila rangsangan yang menyebabkan terjadinya perubahan potensial membran sangat kecil, sehingga perubahan potensial tersebut juga sangat kecil dan sifatnya lokal atau tidak merambat sepanjang sel syaraf. Ini yang membedakan dengan potensial aksi. Gambar 2.6. Perubahan muatan listrik (potensial membran ) pada aksi potensial. 3. Action Potential (Potential Aksi) dari dalam sel (Gambar 2.5 dan 6). Sekali terjadi aksi potensial maka akan terulang terus yaitu merambat sepanjang sel syaraf atau disebut action potential propagation. *) threshold/ambang batas yaitu kondisi besarnya potensial membran pada saat pertama kali terjadinya pertukaran ion-ion dari luar sel ke dalam sel dan pada saat ini aksi potensial dimulai dan terus mengulang secara berkelanjutan. Sinapsis Yaitu pertemuan/sambungan antara satu sel (pada bagian pre-sinapsis) dengan sel syaraf berikutnya (pada bagian post-sinapsis). Informasi/rangsangan/stimuli dari pre-sinapsis ke post-sinapsis diteruskan oleh neurotransmiter atau neuromodulator yang tersimpan dalam sitoplasma sel syaraf (khususnya pada bagian pre-sinapsis). Peranan neurotransmiter bisa memunculkan kembali (excitatory) atau sebaliknya menghambat/menghilangkan (inhibitory) aksi potensial pada post-synapsis. Gambar 2.7. Bermacam-macam jenis sinapsis; (a) axodendritik, antara axon dan dendrit; (b) axoaxonik, antara axon dengan axon; dan (c) dendrodendritik, antara dendrit dengan dendrit. Aksi potensial yang datang pada pre-sinapsis akan menyebabkan perubahan permebilitas membran sel dalam hal ini untuk ion Ca2+ sehingga ion tersebut masuk dalam sel. Ion-ion Ca2+ yang telah ada di dalam sel selanjutnya akan mengaktifkan enzim protein kinase (inaktive protein kinase menjadi aktif protein kinase). Dengan aktifnya enzim protein kinase ini terjadi proses pembentukan protein sinapsin posporilat yang berisi Gambar 2.8. Proses terjadinya pelepasan neurotrasmiter pada sinapsis. neurotransmiter didalamnya. Protein sinapsin posporilat terdampar (docking) pada bagian dinding sel/membran sel dan menyatu (fusion) dengan dinding sel tersebut, dan akhirnya neurotransmiter yang ada di dalanya dikeluarkan dari dalam sel dengan jalan exositosis (Gambar 2.8). Gambar 2.9. Proses neurotransmiter menempel dan bekerja pada membran sel syaraf pada bagian post-sinapsis. Neurotransmiter (acetilkolin; Gambar 2.9) yang terlepas dari membran sel pada bagian pre-sinapsis akan menuju reseptor (binding site) pada membran sel bagian post-sinapsis (bagian a). Selanjutnya asetilkolin menempel pada reseptor (bagian b). Menempelnya asetilkolin pada reseptor ini menyebabkan membukanya kanal ion (ion channel) untuk ion Na+ dan K+. Terbukanya kanal ion ini menyebabkan masuknya ion Na+ kedalam sel dan keluarnya ion K+ dari dalam sel, sehingga aksi potensial berulang atau terjadi kembali, atau sebaliknya neurotransmiter ini bisa berfungsi sebagai penghambat (inhibitor) untuk proses aksi potensial berikutnya. Untuk neurotransmiter yang menghambat, gabungan antara neurotransmitor dan reseptor menyebabkan membukanya kanal ion untuk Cl-. Reflek Gerakan reflek biasanya adalah autonomik atau tidak sadar, organ atau kelenjar bereaksi secara otomatis/tidak disadari. Gerakan reflek ini melibatkan paling sedikit dua sel syaraf yang biasa disebut busur reflek (reflex arc). Dua sel syaraf yang berperan tersebut adalah syaraf afferent atau syaraf sensory (penerima rangsangan) dan syaraf efferent atau syaraf effektor (aksi/reaksi dari rangsangan yang ada). Biasanya satu atau lebih syaraf penghubung (interneuron) antara afferent dan efferent juga bisa terlibat. Sebagi pusat reflek adalah semua bagian syraf pusat (spinal cord dan otak). Reflek spinal adalah contoh yang paling umum untuk menggambarkan gerakan reflek. Sebagai contoh adalah reflek regang (stretch reflex) yang bisa dilakukan dengan jalan mengetok lutut orang lain secara tiba-tiba (tanpa diketahui oleh yang punya lutut), apa yang terjadi ?. Dapat dilihat bagaimana busur reflek terlihat pada gambar 2.10. Sebagi contoh bahwa reflek terjadi tanpa adanya kontrol kesadaran oleh syaraf pusat otak bisa dilihat pada praktek katak spinal. Seekor katak diputus spinal cordnya (katak spinal) pada bagian leher sehingga otak tidak lagi berhubungan dengan spinal cordnya. Setelah menunggu beberapa saat setelah pemutusan, selanjutnya dikenakan berbagai macam rangsangan (cubitan, asam dan setruman arus lemah) pada kakinya yang sifatnya lemah atau hanya memberikan reaksi pada kaki tempat rangsangan. Dari katak spinal dapat dibuktikan bahwa reflek juga dapat terjadi dengan melibatkan antar sel syaraf pusat (spinal cord) bagian kanan dan kiri atau dari bagian atas sampai bawah spinal cord (cervical, thoracic dan lumbar). Caranya yaitu dengan memperbesar rangsangan-rangsangan tersebut, sehingga akan juga terjadi gerakan pada kaki lain yang tidak dikenai rangsangan atau bahkan terjadi reaksi (gerakan) pada semua kaki. Gambar 2.10. Reflek spinal (somatik) yang efektornya adalah otot lurik Disamping otot lurik sebagai efektor seperti pada reflek spinal, kebanyakan reflek justru terjadi secara alami pada syaraf autonomik dengan efektornya adalah otot jantung, kelenjar dan hampir semua organ dalam tubuh. Pada gambar 2.11 di bawah terlihat bahwa makanan yang masuk dalam usus merupakan rangsangan dengan melalui busur reflek menyebabkan usus berkontraksi (gerakan peristaltik). Gambar 2.11. Reflek autonomik yang efektornya otot polos (usus) BAB III: OTOT Ada Tiga Jenis Otot: 1. Otot lurik (skeletal muscle); melekat pada tulang yang secara bersama-sama melakukan gerak. 2. Otot polos (smooth muscle); mengelilingi rongga, seperti pada saluran pencernaan. 3. Otot jantung; merupakan otot jantung. Struktur Otot Lurik dan Serat Otot. dan terang secara bergantian akibat adanya bagian serabut/filamen tebal (thick) dan tipis (thin) pada myofibril. Actin sebagai filamen tipis tertambat satu ujungnya pada Z line pada bagian akhir sarkomer, sedangkan ujung yang lain overlaping dengan filamen tebal myosin pada band A. Otot lurik terdiri serat otot berbentuk silinder (disebut sel otot), dihubungkan/ dilekatkan pada tulang pada tendon di sitiap ujungnya. Otot ini mempunyai bagian gelap Gambar 3.1. Otot lurik dan bagian-bagiannya Mekanisme Kontraksi Kontraksi pada otot melibatkan sel syaraf (syaraf motorik/afferent) sebagai rangkaian yang akan mengirimkan pesan dari afektor atau rangsangan terjadi dalam bentuk aksi potensial ke syaraf pusat dan kembali melalui syaraf efferent ke pusat reaksi (kontraksi/efektor). Aksi potensial yang sampai pada ujung axon sel syaraf (pertemuan sel syaraf dan sel otot; lihat Gambar 3.4) menyebabkan terlepasnya neurotransmiter asetil cholin (Ach). Neurotranmiter ini akan menempel pada reseptor pada membran sel otot dan kanal Na+ dan K+ terbuka, sehingga ion natrium masuk, terjadi depolarisasi dimana proses terjadinya aksi potensial dimulai (lihat bab syaraf). Terjadinya aksi potensian tidak hanya pada sel otot saja tetapi juga merambat pada transverse tubule, dimana aksi potensian ini akan menyebabkan pelepasan ion Ca2+ dari lateral sacs dari sarcoplasmic reticulum. Ca2+ yang ada akan menempel pada troponin Gambar 3.2. Hubungan antara sel otot dan sel syaraf pada mekanisme kontraksi otot. Gambar 3.4. Pertemuan antra sel syaraf dengan sel otot. sebagai bagian dari filamen tipis (gambar 3.6), dan gabungan antara ion kalsium dengan troponin menyebabkan tropomyosin bergeser sehingga tempat menempelnya cross bridge pada actin terbuka. Cross bridge yang berenergi dapat menempel pada bagian aktin yang telah terbuka, dan dengan cara membengkok akan mendorong actin untuk bergerak/bergeser. Setelah ATP (energy) habis maka ikatan cross bridge pada aktin akan lepas, dan ATP yang baru siap menggantikan untuk mengulang terjadinya gerakan cross bridge untuk menempel dan menggerakan aktin, seterusnya proses ini akan terulang sebagai suatu siklus (Gambar 3.7) Gambar 3.5. Sarcoplasmic reticulum Gambar 3.6. Perbesaran filamentipis (actin) dan bagian-bagiannya (troponin dan tropomiosisn), dan filamen tebal (myosin) dengan bagian cross bridgenya. Selanjutnya dapat dilihat gambar 3.7 di bawah sebuah siklus kontraksi pada sel otot, selama ion kalsium ada, dan sekali lagi keberadaan ion kalsium juga tergantung aksi potensial yang ada yaitu oleh adanya rangsangan. Habisnya Ca2+ oleh Ca-ATPase sehingga masuk kembali ke dalam sarcoplasmic reticulum maka tempat melekatnya cross bridge pada tropomiosin akan tertutup kembali, dan otot akan kembali ke posisi relax. Metabolisme Energi dalam Otot Glikogen adalah sebagai sumber utama energi, setelah habis glukosa menggantikannya. Selanjutnya asam lemak dalam darah menjadi sumber utama setelah kedua sumber energi tersebut berkurang/habis setelah otot melakukan kerja cukup lama. Kelelahan (fatigue) terjadi setelah otot bekerja lama. Hal ini disebabkan kondisi asam akibat metabolisme terutama lemak. Gambar 3.7. Siklus kontraksi otot. Sel otot sendiri bisa melakukan posporilase/penambahan pospor dari ADP menjadi ATP sebagai sumber energi. Pada gambar 3.8 berikut nampak bahwa ATP sebagai sumber energi untuk kontraksi. Sel otot melakukan posporilase/penambahan pospor dari ADP menjadi ATP sebagai sumber energi. Rigor mortis adalah istilah yang dipakai untuk menggambarkan kondisi fisik otot pada hewan yang baru mati/dipoting dimana secara fisik menjadi kaku dan apabila dimasak daging keras atau liat (tidak empuk). Hal ini terjadi karena hewan yang mati persediaan ATP secara bertahap berkurang dan akhirnya habis. Tanpa adanya ATP cross bridge bisa menempel pada aktin tapi tidak menghasilkan pergerakan dan tanpa adanya ATP baru, ikatan ini tidak bisa lepas dan baru bisa lepas setelah kurang lebih 48 jam. Gambar 3.8. Posporilase ADP menjadi ATP sebagi sumber energi untuk kontraksi Mekanisme Kontraksi Serat Otot Tunggal Kontraksi identik dengan pergerakan cross bridge menggerakkan aktin seperti pada waktu diskusi sklus pergerakan cross bridge. Pergerakan cross bridge ini menghasilkan perbedaan panjang kontaksi yang tergantung pada besar kecilnya rangsangan yang terjadi, sehingga kontraksi tunggal ini dibedakan menjadi: - Kontraksi isometrik (isometric); menghasilkan tegangan tetapi tidak merubah panjang - Kontraksi bukan isometrik (an-isometric); otot memendek dan memanjang untuk memindahkan beban. - Kontraksi memanjang; beban pada otot lebih besar dari pada kemampuan otot (tension) untuk menahannya. Meningkatnya frekuensi aksi potensial pada sel otot juga akan menyebabkan meningkatnya respon tensi/regangan memendek dan memanjang dari sel otot tersebut sampai pada batas maksimal yang disebut dengan tetanic tension. Maksimal isometrik tensi tercapai pada saat antara aktin dan miosin terjadi overlep atau disebut batas optimal peregangan. Pemaksaan peregangan melebihi batas optimal atau peregangan kurang dari batas maksimal tersebut akan mengurangi panjang sebagai hasil peregangan dan juga menurunkan tegangan pada sel otot (Gambar 3.10). Sedangkan kecepatan otot memendek tergantung pada beban yang dikenakan, semakin besar beban semakin cepat reaksi memendeknya, dan sebaliknya. Berdasarkan kemampuan kecepatan maksimal untuk memendek dan kemam puan membentuk ATP, sel otot dibedan menjadi: 1. Slow-oxidative fibers (serat otot dengan oksidasi lambat); kapasitas oksidasinya besar tetapi aktifitas ATPase pada miosin rendah. 2. Fast-oxidative fibers; kapasitas oksidasinya besar dan aktifitas ATPase pada miosin juga tinggi. 3. Fast-glicolitic fibers; kapasitas glikolitiknya besar dan aktifitas ATPase pada miosin juga tinggi. Mekanisme Kontraksi Otot Keseluruhan (Whole-Muscle Contraction) besarnya tensi, artinya jumlah sel otot yang menerima aksi potensial yang timbul pada sel syaraf mempengaruhi besarnya tegangan sel otot tersebut. Sebagai contoh, sel syaraf yang menuju satu unit jenis sel otot fast-glicolitic yang mempunyai jumlah sel yang banyak per unitnya dan besar diameternya menghasilkan regangan yang besar juga. Regangan (tension) yang terjadi pada kontraksi otot secara kesatuan tergantung pada besarnya tensi yang terjadi pada jumlah sel otot yang ada dan masing-masing besarnya tensi sel otot yang ada. Kesatuan otot yang sama dalam satu unit syaraf juga mentukan Gambar 3.9. a. slow-oxidative fibers, b. fast-oxidative fibers dan c. fast-glicolitic fibers Istilah recruitment dipakai untuk menunjukkan peningkatan besarnya regangan yang dikontrol oleh utamanya peningkatan jumlah sel syaraf pada sel otot. Unit syaraf pada slow oxidative fibers akan bekerja (recruite) terlebih dahulu pada aktivitas/gerakan yang lemah, kemudian secara berurutan meningkat ke unit syaraf pada fast-oxidative fibers dan fast-glicolitic fibers dengan meningkatnya aktivitas kerja yang terjadi pada otot. Kecepatan tegangan (tension) sekali lagi ditentukan oleh beban yang dikenakan pada otot, semakin berat beban yang diangkat misalnya akan menghasilkan kecepatan reaksi peregangan. Gambar 3.10. Tetanic tension, merupakan hubungan aktin dan miosin dalam menghasilkan regangan (tension). Otot Polos Mengapa disebut otot polos karena tanpa garis gelap (daerah Z line pada otot lurik) dan terang secara bergantian, hanya mempunyai satu inti sel dan kemampuan untuk membelah diri. Seperti pada otot lurik, otot polos juga terdiri dari actin dan miosin, untuk terjadinya kontraksi dalam mekanisme sliding-filamen (saling bertautan). Mekanisme kontraksi terjadi dengan diawali masuknya Ca2+ dalam sel dan bergabung dengan calmodulin yang ada. Gabungan antra kalsium-kalmodulin kemudian berikatan dengan enzim myosin light-chain kinase sehingga enzim tersebut menjadi aktip. Aktipnya enzim ini dengan bantuan ATP berguna untuk proses posporilase cross bridge miosin. Pada otot polos hanya miosin yang sudah mengalami posporilase dapat berikatan dengan actin untuk melakukan siklus kontraksi seperti yang terjadi pada otot lurik. Dua sumber Ca2+ pada sitoplasma (cairan dalam sel) yang kemudian untuk memulai terjadinya kontraksi berasal dari sarkoplasma retikulum (sarcoplasmic reticulum; lihat Gambar 3.5) dan berasal dari extra selluler, melalui proses aksi potensial pada dinding sel otot polos sehingga kanal/pori-pori untuk Ca2+ terbuka. Ketersediaan kalsium tidak secara otomatis memulai mengaktifkan proses sehingga cross bridge bisa menempel pada aktin, seperti yang terjadi pada otot polos, tetapi harus ada senyawa tertentu (hormon, neurotransmiter, muatan listrik dsb) sehingga mulai terjadi mekanisme siklus kontraksi. Perbedaan lain dengan otot lurik bahwa otot polos dapat memulai aksi potensial secara otomatis/spontan karena otot polos tidak mempunyai lokasi khusus pertemuan dengan sel syaraf. Satu sel otot polos dapat mempunyai lebih dari satu akhir axon sel syaraf yang dapat melepaskan neurotransmiter untuk dapat menghambat atau meneruskan aksipotensial. Sel otot polos dapat berupa sel tunggal sebagai unit tunggal untuk melakukan kerja atau berupa kelompok sebagai multi unit. Skema pada gambar 3.11 berikut merupakan perbedan siklus kontraksi antara otot polos dan otot lurik. BAB IV: ENDOKRIN Endokrinologi merupakan bagian dari Fisiologi yaitu mempelajari hormon/ senyawa kimia yang berfungsi sebagi pembawa pesan (chemical messager) yang disekresikan oleh kelenjar endokrin (kelenjar tanpa saluran/ductless gland) dan jaringan tertentu yang berfungsi mengatur aktivitas sel/jaringan lain di dalam tubuh. Stuktur Hormon dan Sintesisnya 1. Hormon amine, termasuk hormon ini adalah hormon tiroid (tiroksin dan triiodotironin) dan katekolamin (epineprin/adrenalin dan norapineprin/ noradrenalin) yang disekresikan oleh kelenjar medulla adrenal. 2. Hormon steroid, diproduksi dari kholesterol oleh kortek adrenal, kelenjar gonad (ovari dan testis) dan plesenta pada waktu hamil. Hormon yang diproduksi oleh kortek adrenal adalah aldosteron, kortisol dan androgen. Sedangkan hormon yang dihasilkan oleh ovari adalah estradiol dan progesteron, dan yang dihasilkan oleh testis adalah testoteron. 3. Hormon peptida/protein, merupakan mayoritas hormon yang ada di dalam tubuh, selain hormon-hormon tersebut di atas. Hormon peptida dan amine terlarut dalam air, sedangkan hormon steroid sebaliknya tidak terlarut dalam air, beredar keseluruh tubuh terikat oleh protein. Hormon yang telah digunakan atau tidak digunakan dihancurkan oleh hati dan ginjal kemudian diekskresikan (dikeluarkan) dari dalam tubuh. Pada prinsipnya setelah disekresikan beberapa jenis hormon akan dimetabolisme menjadi molekul yang lebih aktip pada sel/jaringan/organ target. Tabel 4.1. Beberapa kelenjar endokrin dan hormon yang dihasilkan serta fungsinya Endokrin dan hormon yang dihasilkan Fungsi 1. Hipotalamus - Releasing hormon (RH) Sekresi hormon oleh anterior pituitaria. - Oxytocin Milk let down (keluarnya air susu) dan kontraksi uterus. -Vasopresin (ADH=antidiuretic hormone) Exkresi air oleh ginjal dan tekanan darah. 2. Anterior pituuitaria - Hormon pertumbuhan/GH (growth hormone/ Somatotropin) Pertumbuhan: sekresi IGF-I (insuline growth factor-I) dan metabolisme - Thyroid-stumalating hormone (TSH/thyrotropine) Sekresi hormon dari kelenjar tiroid Endokrin dan hormon yang dihasilkan Fungsi 2. Anterior pituuitaria (lanjutan…..) - Adrenocorticotropic hormone (ACTH) Sekresi hormon dari kortek adrenal - Prolaktin Pertumbuhan kelenjar susu dan sintesis susu - Hormon gonadotropin: FSH (follicle stimulating hormon dan LH (luteinizing hormone) produksi gamet dan sekresi hormon reproduksi 3. Posterior pituitaria - Hanya sebagai penampung hormon dari hypothalamus (oxytocin dan vasopresin) 4. Kortek adrenal - Kortisol Metabolisme, reaksi terhadap stress dan sistim kekebalan tubuh - Androgen Rangsangan sex pada betina - Aldosteron Ekskresi Na+, K+ dan asam oleh ginjal 5. Medula Adrenal - Epineprin (adrenalin) dan Norapineprin (Noradrenalin) Metabolisme, fungsi jantung dan reaksi terhadap stress 6. Tiroid - Tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3) Metabolisme, pertumbuhan dan fungsi otak - Kalsitonin Mengatur plasma kalsium 7. Paratiroid - Hormon paratiroid (parathormon=PTH=PH) Mengatur plama kalsium dan pospat 8. Ovari (gonad betina) - Estrogen Sistim reproduksi, kelenjar susu dan pertumbuhan - Progesteron - Inhibin Menghambat (inhibit) sekresi FSH - Relaxin Relaksasi ligamen servix dan pubik 9. Testes (gonad jantan) - Testoteron Sistim reproduksi dan pertumbuhan - Inhibin Menghambat sekresi FSH - Mullerein-inhibiting hormone Regresi saluran Mullerein 10. Pankreas - Insulin, glukagon, somatostatin dan pancreatic polipeptida Metabolisme dan kadar gula plasma 11. Ginjal - Renin – angiotensin II Sekresi aldosteron dan tekanan darah - Erythropoietin Produksi eritrosit - 1,25-dihudroxyvitamin D3 Absorpsi kalsium oleh usus halus 12. Saluran pencernaan - Gastrin Sekresi asam lambung, pertubuhan saluran penc - Sekretin Sekresi bikarbonat dari pankreas dan biliary - Cholecystokinin (CCK) Kontraksi gallbladder (kandung kemih), sekresi enzim pankreas - Gluco-dependentinsulinotropic peptide (GIP) dsb. Inhibit sekresi asam lambung, sekresi insulin 13. Hati -insulin-like growth factor (IGF-I dan II) Pertumbuhan 14. Thymus -Thymosin (thymopoietin) Fungsi T-lymphocyte Endokrin dan hormon yang dihasilkan Fungsi 15. Pineal - Melatonin Dewasa kelamin (sexual maturation) 16. Plasenta - Chorionic gonadotropin (CG) Sekresi oleh korpus luteum - Estrogen Lihat ovari - Progesteron - Laktogen plasenta Perkembangan kelenjar susu dan metabolisme Mekanisme Kerja Hormon 1. Hormon steroid Hormon steroid akan berikatan dengan reseptornya yang ada di dalam sitoplasma membentuk komplek reseptor steroid. Komplek reseptor steroid ini bergerak menuju inti sel (nukleus) dimana akan berikatan dengan spesifik protein kromoson (khromatin) untuk memulai sintesis protein. Gabungan antara komplek reseptor steroid dengan khromatin menghasilkan perubahan pada rantai DNA dan menghasilkan m-RNA (m=messenger). Selanjutnya, m-RNA menyampaikan kode untuk sintesis spesifik protein sesuai dengan tipe selnya. Setiap hormon steroid mempunyai reseptornya sendiri (lihat Gambar 4.2). HYPOTHALAMUS Keterangan: GnRH=gonadotropin releasing hormone, GHRH=growth hormone releasing hormone, SS=somatostasine, TRH=tiroid releasing hormone, PIH=prolactine inhibiting hormone, PRH=prolactine releasing hormone, CRH=corticothropic releasing hormone. Gambar 4.2. Mekanisme kerja hormon steroid. 2. Hormon Peptida Hormon peptida akan menempel pada reseptornya yang ada pada dinding sel target. Gabungan antara hormon dan reseptor ini akan mengaktipkan enzim adenylate cyclase pada membran untuk merubah ATP menjadi c-AMP. Selanjutnya c-AMP bergabung dengan enzim protein kinase yang tidak aktip sehingga menjadi enzim protein kinase yang aktip sebagai enzim phosporilase (activation of specific enzime; lihat Gambar 4.3). Gambar 4.3. Mekanisme kerja hormon peptida pada sel target. Contoh bagiamana hormon peptida bekerja dapat dilihat pada Gambar 4.4 berikut. Hormon epineprin dapat menempel pada beta reseptor menghasilkan beta-adrenergic effect atau alpha reseptor menghasilkan alpha-adrenergic effect. Gambar 4.4. Contoh mekanisme kerja hormon peptida (epineprin). Mekanisme Umpan Balik (Feedback Mechanism) Pada semua gambar khusus bab endokrin ini akan ditemukn garis putus-putus (---) atau tanda negatip (-) ini artinya merupakan umpan balik negatip (negative feedback). Pada umpan balik negatip, sekresi hormon/molekul/ion pada suatu kelenjar endokrin akan menyebabkan berkurang/berhentinya sekresi hormon/molekul/ion pada kelenjar endokrin yang lain yang dipengaruhinya. Sebaliknya feedback positif yang digambarkan dengan garis penuh ( ___ ) atau tanda positip (+) artinya produksi/sekresi hormon/molekul/ion pada satu kelenjar akan menyebabkan produksi/sekresi hormon/molekul/ion pada kelenjar endokrin yang lain yang dipengaruhinya. Hipokalsimia (rendahnya kadar Ca2+ pada darah) pada Gambar 4.5 merupakan rangsangan pada kelenjar paratiroid (feedback negatip) untuk mensekresikan hormon paratiroid (PTH) Selanjutnya PTH akan merangsang enzim kortikol 1α-OHase pada ginjal, sehingga 25-OH-D3 berubah menjadi 1,25-(OH)2D3. Atau secara langsung, rendahnya PO4-3 dengan mekanisme feedback negatip mempengaruhi ginjal merangsang enzim kortikol 1α-OHase pada ginjal, sehingga 25-OH-D3 berubah menjadi 1,25-(OH)2D3 atau vitamin D. Vitamin D yang terbentuk ini merangsang reabsorpsi Ca2+ dari saluran pencernaan (usus), tulang dan dari ginjal itu sendiri. Setelah kadar Ca2+ dalam darah meningkat/tinggi dengan mekanisme negatip feedback akan menekan (inhibit) paratiroid untuk mengurangi/ menghentikan sekresi PTH. Gambar 4.5. Mekanisme (kontrol) feedback pada sintesis vitamin D. Perlu diketahui bahwa sinar matahari tidak mengandung vitamin D. Sinar matahari dengan sinar ultra violetnya akan merubah 7-Dehydrocholesterol menjadi Vitamin D3 pada pada sel kulit. Melalui darah, vitamin D3 dibawa ke hati dan di sini dirubah menjadi 25-OH-D3 yang selanjutnya akan menuju ginjal. Beberapa Kelenjar Endokrin dan Penyakit/Kelainan Terkait 1. Kelenjar Gondok (Tiroid) Kelenjar gondok menjadi sangat populer karena adanya penyakit yang orang kebanyakan menyebutnya dengan penyakit gondok dan orang biasanya mengkaitkan penyakit ini karena kekurangan jodium (I). Bagaimana peranan jodium sehingga dapat menyebabkan penyakit gondok dan bagaimana hubungan antara jodium dengan hormon tiroid dapat dilihat pada Gambar 4.6 berikut. Pada gambar terlihat bahwa kelenjar gondok tersusun oleh follikel-folikel yang pada gambar terlihat bahwa sebuah follikel membentuk bulatan atau seperti bola yang kulitnya tersusun oleh sel-sel kelenjar gondok. Pada bagian tengah follikel disebut lumen follikel yang berisi cairan dalam bentuk kolloid. Ion jodium (I-) dalam darah masuk kedalam lumen kemudian diubah menjadi jodium (I2) melalui reaksi peroksidasi. Selanjutnya jodium yang ada pada lumen tersebut berikatan dengan thyroglobulin yang terbentuk di dalam sel-sel kelenjar tiroid dan masuk kedalam lumen ikut menyusun pembentuk cairan koloid yang ada di dalam lumen tsb. Gabungan antara thyroglobulin dengan jodium membentuk dua senyawa penting yaitu 3-monoidotyrosine (MIT) dan 3,5 diiodothyrosine (DIT). Dari dua senyawa inilah akan terbentuk dua hormon tiroid yaitu T4/thyroxine yang merupakan gabungan dua molekul/senyawa DIT (DIT + DIT) dan T3/triiodotithyronine yang merukan gabungan satu molekul DIT dan satu molekul MIT (DIT + MIT). Akhirnya dengan semakin bertambahnya thyroblobulin yang mengisi lumen sebagai cairan koloid maka lumen tersebut akan membesar atau yang disebut dengan penyakit gondok (goiter/pembesaran kelenjar tiroid). Persoalan muncul saat terjadinya kekurangan jodium, disisi lain kebutuhan hormon tiroid (T4 dan T3) selalu diperlukan untuk proses metabolisme di dalam tubuh. Dengan kata lain kebutuhan hormon tiroid tidak akan terpenuhi tanpa adanya jodium karena jodium adalah salah satu unsur pembentuk hormon tiroid disamping thyroglobulin. Tanpa adanya jodium thyroglobulin akan terbentuk terus karena rangsangan oleh TSH juga berlangsung terus, tetapi tidak pernah dapat membentuk baik DIT maupun MIT sehingga tidak bisa menghasilkan T4 dan T3. Gambar 4.6. Pembentukan hormon tiroid di dalam lumen follikel kelenjar tiroid. 2. Kelenjar Pankreas. Pankreas sebagai kelenjar endokrin menghasil diantaranya adalah hormon insulin yang diproduksi oleh sel β, dan glucagon diproduksi oleh sel α. Kedua hormon ini mempunyai fungsi berlawan satu sama lain. Insulin membantu masuknya gula dari darah ke dalam sel sehingga bisa digunakan untuk proses metabolisme. Kekurangan (defisiensi) insulin menyebabkan penyakit diabetes mellitus/kencing manis/penyakit gula. Ada dua jenis penyakit gula, pertama diabetes tipe I (insulin-dependent diabetes) yaitu kekurangan hormon insulin disebabkan oleh kerusakan/tidak berfungsinya pancreatic islet (sel β) sehingga hormon tersebut tidak ada/tidak cukup diproduksi. Untuk menolong insulin harus disuntikan/ditambah dari luar. Kedua adalah diabetes tipe II (insulin-independent diabetes), hormon insulin diproduksi secara normal, tetapi tidak bisa menjalankan fungsinya yaitu membantu masuknya gula dari darah ke dalam sel sehingga bisa digunakan untuk proses metabolisme. Gambar 4.7. Pankreas dan bagian-bagiannya Pada skema Gambar 4.8 urutan kejadian akibat kekurangan insulin terlihat bahwa peningkatan kadar gula darah disebabkan baik oleh gagalnya glukosa masuk ke dalam sel maupun oleh hati secara kontinyu mensuplai gula ke dalam darah melalui proses glikolisis (gula dari glikogen) dan glukoneogenesis (gula dari lemak atau protein). Disisi lain lipolisis (pemecahan lemak untuk sumber energi) menghasilkan keton, yang selanjutnya bersama dengan kelebihan gula dalam plasma darah akan diekskresikan bersama urin oleh ginjal. Keluarnya gula dan keton akan membawa juga air, sehingga air dan juga garam gagal direabsoprsi oleh tubular ginjal. Akhirnya dengan banyaknya ekskresi cairan karena gagalnya proses reabsoprsi oleh tubular ginjal, maka cairan plasma berkurang sehingga tekanan darahpun turun dan suplai darah ke otak berkurang yang dapat mengakibatkan fungsi otak juga berkurang. Bagaimana diabetes tipe II bisa terjadi. Pada umumnya terjadi pada orang/hewan yang makan terlalu banyak, sehingga glukosa darahnya juga sangat tinggi. Disis lain ada keterbatasan reseptor untuk insulin pada sel atau dengan kata lain hanya dalam jumlah tertentu glukosa yang dapat masuk ke dalam sel. Sekali lagi glukosa dapat masuk ke dalam sel hanya dengan bantuan insulin yaitu insulin akan menempel pada reseptor pada dinding sel. Gabungan insulin dan reseptor (insulin reseptor komplek) inilah yang akan menfasilitasi masuknya gula ke dalam sel. Kelebihan gula (hyperglycemia) di dalam plasma darah dan keterbatasan reseptor insulin juga dapat berakibat lebih lanjut terjadinya insulin resisten (penolakan insulin), sehingga kondisinya menjadi semakin parah. Sepertinya tidak ada jalan lain bahwa pengurangan/kontrol konsumsi makanan adalah cara yang paling utama untuk mengatasi diabetes tipe II. Hal ini akan mengurangi khususnya glukosa ke level normal sehingga gula yang masuk akan dimanfaatkan seluruhnya oleh sel tanpa ada yang harus dibuang melalui urin oleh ginjal. Latihan secara fisik/olah raga juga akan membantu semakin cepatnya gula bisa dimanfaatkan oleh sel tanpa harus ditimbun dalam bentu glikogen atau lemak. Gambar 4.8. Skema urutan kejadian akibat tidak ada/tidak berfungsinya insulin (defisiensi insulin atau disebut ketoacidosis). BAB V: GINJAL Fungsi Ginjal: 1. Mengatur keseimbangan komposisi air dan ion anorganik di dalam tubuh. 2. Mengeliminasi atau mengambil hasil sisa metabolisme dan mengekresikan melalui urin. 3. Mengeliminasi senyawa kimia, termasuk racun yang tidak berguna bagi tubuh dari darah dan mengekresikan melalui urin. 4. Sebagai penghasil hormon: a. Erythropoietin yang mengontrol produksi eritrosit darah. b. Renin yang mengontrol pembentukan angiotensin untuk mengontrol tekanan darah dan keseimbangan natrium darah. c. 1,25-dihydroxyvitamin D3 sebagai pengatur keseimbangan kalsium. Struktur Ginjal dan Sistim Urinari Di dalam tubuh terdapat sepasang ginjal kanan dan kiri (Gambar 5.1. Satu sisi ginjal) yang terletak pada bagian belakang rongga perut. Pada ginjal terdapat lebih dari satu juta unit nephron yang menjalankan fungsi ginjal. Gambar 5.1. Ginjal dan bagian-bagiannya Bagian-bagian nephron terdiri dari: 1. Sebuah glomerulus yang tersusun oleh kapiler darah untuk mensuplai darah melalui afferent artiola dan kapsul Bowman (Gambar 5.2). 2. Sebuah tubule yang keluar dari kapsul Bowman dibagi menjadi 4 segmen: proximal tubule, loop Henle, distal tubule dan saluran penampungan (collecting duct; Gambar 5.3). Gambar 5.2. Beberapa unit nephron dan hubungannya dengan kapiler darah Glomerular capsule = Kapsul Bowman Kapiler darah bisa dalam bentuk artery (arteri=merah) atau vein (vena=biru). Gambar 5.3. Unit nephron yang pada dasarnya terdiri dari kapsul glomerulus (kapsul Bowman) kapiler darah (afferent dan efferent arteriola) dan 4 segmen tubule. Distal tubule dari banyak nephron secara bersama menbentuk collecting duct, dan menjadi saluran renal pelvis, yang dari sini selanjutnya urin menuju ureter sebelum akhirnya ditampung pada bladder (kandung kemih). Efferent arteriola meninggalkan kapiler glomerulus dan bercabang menjadi kapiler peritubular yang akan mensuplai tubule dengan hasil penyaringannya. Mekanisme Kerja Ginjal Ada empat mekanisme kerja ginjal (Gambar 5.4): 1. Glomerular filtration/Penyaringan glomerular/Filtrasi, 2. Reabsorpsi tubular/reabsorpsi dan 3. Sekresi tubular/sekresi. 4. Excretion/ekskresi Filtrasi (Senyawa/zat dari plama kapiler glomerulus masuk ke kapsul Bowman); Reabsorpsi (penyerapan kembali dari tubule ke kapiler darah yang terjadi pada bagian proximal tubular); Sekresi (beberapa senyawa kimia pada plasma kapiler masuk kembali ke tubule pada bagian distal tubule) dan ekskresi/excretion (mengeluarkan kelebihan atau sisa zat sampah ke luar melalui urin). Gambar 5.4. Proses filtrasi, reabsorpsi dan sekresi Pembentukan urin dimulai dengan filtrasi glomerular, kurang lebih 450 – 600 liter/hari pada sapi dan 180 liter/hari pada manusia, cairan plasma kecuali protein disaring pada kapsul Bowman. Filtrat (hasil saringan) glomerulus ini mengandung semua senyawa kecuali protein dan senyawa yang terikat oleh protein. Filtrasi glomerular dapat terjadi karena adanya perbedaan tekanan hidrostatik pada kapiler darah di bagian glomerulus, kemudian disisi lain adanya tekanan hidrostatik pada kapsul Bowman dan tekanan osmotik yang disebabkan oleh konsentrasi protein pada plama kapiler glomerulus. Contoh: tekanan hidrostatik glomerus 55 mmHg – (tekanan hidrostatik kapsul Bowman 15 mmHg + tekanan osmotik akibat konsentrasi protein pada plama kapiler glomerulus 30 mmHg) = terjadi beda tekanan 10 mmHg lebih besar pada bagian glomerulus dibanding pada kapsul Bowman. Perbedaan tekanan inilah yang menyebabkan terjadinya perpindahan cairan plama darah dari glomerulus ke kapsul Bowman. Gambar 5.5. Reabsoprsi natrium dan glukosa pada bagian proximal tubule ginjal Pada waktu hasil saringan/filtrat sudah berada di tubule, beberapa senyawa diserap kembali (reabsorpsi) masuk de dalam kapiler peritubular. Reabsorpsi terjadi sangat besar terutama untuk semua senyawa yang masih akan digunakan oleh tubuh termasuk berbagai macam ion dan air (Gambar 5.5 dan 5.6), tetapi tidak demikian halnya untuk senyawa-senyawa yang sudah tidak berguna bagi tubuh atau zat sampah. Gambar 5.6. Hubungan antara reabsorpsi Na+ dan Cl- yang kemudian diikuti oleh H2O Reabsorpsi terjadi dengan cara carrier-mediated mechanism (transport mol/ion dengan batuan molekul/zat perantara) dan juga dilakukan dengan cara diffusi dan osmosis. Cara reabsorsi dengan cara pertama tersebut terkadang sampai pada batas maksimal/ambang jenuh. Hal ini disebabkan terlalu banyaknya molekul/zat yang harus di reabsorpsi dengan cara carrier-mediated mechanism tersebut sehingga tidak mampu direabsoprsi dan akhirnya lansung dibuang bersama/dalam bentuk urin. Untuk cara difusi molekul/zat/ion dan osmosis untuk air terjadi apabila ada perbedaan konsentrasi pada kedua tempat, yaitu konsentrasi tinggi pada bagian tubule dan rendah pada bagian kapiler. Gambar 5.7. Cotransport (Na+ dan Cl- ) dan countertranport (Na+ dan K+). Proses sekresi yaitu terjadinya perpindahan (difusi) molekul/ion dari kapiler peritubular ke cairan interestial diluar membran epitel tubule. Paling banyak disekresikan adalah ion hidogen (H+) dan kalium (K+). Sekresi dapat dikatakan sebagai tambahan proses penyaringan untuk menambah molekul/ion masuk ke dalam tubule (Gambar 5.11). Natrium (Na+) tersaring pada glomerulus secara bebas, tetapi mengalami reabsorpsi dengan cara transport aktif sehingga sangat tergantung adanya pompa Na, K-ATP pada membran epitelium tubule (Gambar 5.7). Reabsorpsi natrium juga dilakukan dengan cotransport (terikat/bersama molekul glukosa, asam amino dan Cl-), dan juga dengan cara countertransport (berlawanan/yang satu masuk yang lain keluar, dalam hal ini ion K+ dan H+ sebagai lawannya). Selanjutnya setelah terjadi reabsoprsi natrium akan terjadi perbedaan tekanan osmotik dimana tekanan osmotik pada bagian tubule lebih tinggi dibanding tekanan osmotik pada kapiler, sehingga air akan ikut masuk dari tubule ke bagian kapiler. Gambar 5.8. Reabsopsi pada tuble (saluran ginjal) untuk menjaga keseimbangan air. jumlah yang stabil. Dengan kata lain adanya ADH akan mengurangi ekskresi air melalui urin karena permeibilitas membran tubule terhadap air meningkat. Kejadian lain adalah terjadinya reabsorpsi air pada bagian akhir distal tubule dan collecting duct oleh adanya hormon ADH (antidiuretic hormon) yang disekresikan oleh posterior pituitaria. Sekali lagi hal ini terjadi untuk menjaga keseimbangan air dalam Gambar 5.9. Perbedaan osmolarity pada berbagai tempat sepanjang tubule Secara keseluruhan dapat dilihat pada gambar berikut (Gambar 5.8 dan 5.9) peristiwa bagaimana reabsorpsi yang terjadi sepanjang tubule (saluran) mulai dari distal tubule sampai collecting tubule. Inilah yang disebut sistim multipel countercurrent utamanya terjadi di loop Henle. Hal ini terjadi karena filtrat (cairan) yang mengalir pada tubule bagian descending (menurun) kemudian berubah arah (countercurrent) menuju bagian ascending (naik) pada loop Henle tersebut. Aliran filtrat dalam tubule tersebut, air berosmosis dan natrium berpindah dengan transport aktip, terjadilah perbedaan tekanan osmosis (osmolarity) mulai dari proximal tubule sampai collecting duct seperti pada gambar 5.9. Akhirnya, hasil penyaringan akan terus berjalan sepanjang tubule masuk pada bagian collecting duct, selanjutnya menuju ureter dan akhirnya terkumpul pada kandung kemih (bladder) dalam bentuk urin yang jumlahnya semakin banyak sejalan bertambahnya waktu. Dengan semakin banyaknya urin yang terbentuk/terkumpul pada kandung kemih maka akan mencapai batas maksimal. Hal ini akan menyebabkan kontraksi otot polos kandung kemih yang merupakan rangsangan bagi reflek syaraf parasimpatik untuk bekerja memerintahkan pengeluaran urin dari kandung kemih atau disebut micturition. Pengaturan Keseimbangan Natrium dan Air I. Bertambahnya air dalam tubuh dapat melalui air minum dan air metabilisme (dari proses metabolisme), kemudian kehilangan air dari dalam tubuh dapat melalui urin, saluran pencernaan yang keluar bersama feses, melalui kelenjar keringat dan melalui respirasi. II. Kurang lebih 2/3 air di dalam tubuh adalah intraselular (di dalam sel) dan 1/3 adalah extraseluler (di luar sel). Gambar 5.10. Keseimbangan Natrium yang air diatur secara hormonal pada ginjal. III. Untuk natrium dan air, keseimbangannya di dalam tubuh (kontrol homeostatik) diatur terutama oleh ekskresi melalui ginjal (Gambar 5.10). Keseimbangan natrium dan air diatur oleh sistim hormonal yaitu oleh hormon ADH dan aldosteron yang dihasilkan oleh kelenjar adrenal bagian kortek. ADH akan meningkatkan reabsorpsi molekul air sedangkan hormon aldosteron akan menyebabkan terjadinya reabsorpsi natrium pada bagian distal tubule (Gambar 5.10). Aldosterone tidak hanya meningkatkan reabsorpsi natrium tetapi juga akan meningkatkan ekskresi kalium. Pengaturan keseimbangangan ion hidrogen (H+) Secara keseluruhan keseimbangan hidrogen ditentukan oleh hasil metabolisme, kemudian kehilangan melalui feses dan urin. Unsur penentu tersebut sangat ditentukan oleh kerja ginjal atau yang disebut pengaturan keseimbangan hidrogen oleh ginjal. Istilah buffer dalam hal ini adalah bagaimana ginjal mempertahankan konsentrasi hidrogen tetap dalam konsentrasi normal. Hal ini dapat dilakukan dengan jalan mengkombinasikan dengan ion lain seperti bikarbonat (HCO3-) dengan tujuan untuk mengurangi ion hidrogen dan juga dengan protein intraseluler. Ginjal tidak hanya mengekskresikan ion hidrogen tetapi juga mereabsorpsi bikarbonat. Kedua proses ini membutuhkan sekresi ion hidrogen pada tubule dalam prosesnya yang dibantu oleh enzim karbonik anhidrase. Selanjutnya ion hidrogen tersebut dikombinasikan dengan amonia disekresikan oleh tubule (Gambar 5.11). Gambar 5.11. Regulasi (keseimbangan) ion hidrogen pada ginjal. DAFTAR PUSTAKA VandeNursholeh. 2011. Human Physiology. Company, Tanjung Jabung Timur. Unja Nanda, 2012.fapet universitas haluoleo

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | SharePoint Demo